Syeikh Iedwan Rahmatullah Al-Kamil |
Wali-Wali Allah Disebutkan
Dalam Al-Quran dan Hadits
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “sesungguhnya
ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan
bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi
dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di
sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala“ Seorang dari sahabatnya berkata, “siapa
gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka.“
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab dengan
sabdanya: “Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang
dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena
harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas
mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia
merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita.”
(HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya).
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya diantara hamba-hambaku
itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula
syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatkan maqam
mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.” Seorang laki-laki bertanya : “siapa
mereka itu dan apa amalan mereka?”mudah-mudahan kami menyukainya.“
Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi
karena Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan
mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh
wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan
mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti
yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : ”
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
(QS Yunus [10]:62).
Firman Allah ta’ala yang artinya:
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Mereka itu
adalah) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita
gembira (busyra) di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat.
Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu
adalah kemenangan yang besar. (QS Yunus [10]:62-64).
Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyatakan bahwa para wali-wali Allah itu mendapat berita gembira (busyra),
baik di dunia dan di akhirat.
Apakah yang dimaksudkan dengan berita gembira (busyra) itu?
Para ulama tafsir mengomentari ayat ini sesuai dengan
pengalaman sahabat Nabi Muhammad, Abu Darda’, yang menanyakan apa maksud ayat
ini. Rasulullah menjelaskan, “Yang dimaksud ayat ini ialah mimpi
baik yang dilihat atau diperlihatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala
kepadanya.”
Abu Abdullah al-Mahlabi dan Muhammad bin Ya’qub
bin Yusuf menceritakan kepada kami dari al-‘Abbas ibnul-Walid bin Mazid, dari ‘Uqbah
bin ‘Alqamah al-Mu’arifi, dari al-Auza’i,
dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abi Salamah bin Abdurrahman, dari ‘Ubadah
ibnush-Shamit bahwa ia bertanya kepada Rasulullah tentang ayat 63-64 surah
Yunus, “Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka
selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan
dalam kehidupan di akhirat.” Maka, Rasulullah menjawab,
“Sungguh
kamu telah menanyakan sesuatu kepadaku yang belum pernah ditanyakan oleh
seorang pun selainmu. Al-busyra ialah mimpi yang baik yang dialami oleh
seseorang atau dianugerahkan Allah kepadanya.”
“Al busyraa adalah mimpi yang baik yang dilihat oleh
seorang mukmin atau yang diperlihatkan baginya”
(Hadis riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim, menurut Al
Hakim hadis ini shahih).
Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad telah
menceritakan kepada kami Sulaiman dari Yahya bin Sa'id dia berkata; saya mendengar Abu Salamah berkata; saya
mendengar Abu Qatadah berkata; saya mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: Mimpi baik dari Allah sedangkan ihtilam (mimpi buruk) datangnya dari
syetan, maka apabila salah seorang dari kalian mimpi sesuatu yang dibencinya,
hendaknya ia meniupkan tiga kali tiupan ketika bangun, lalu meminta
perlindungan dari kejahatannya, sebab kejahatan tersebut tidak akan
membahayakan dirinya.
(HR Bukhari 5306).
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari
Malik dari Ishaq bin Abdullah bin Abi Thalhah dari Anas bin Malik, Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Mimpi baik yang berasal dari seorang yang shalih adalah satu
bagian dari empat puluh enam bagian kenabian."
(HR Bukhari 6468).
Mimpi yang baik yang dialami oleh para Wali Allah adalah
petunjuk dan bimbingan dari Allah ta’ala untuk para kekasihNya.
Mimpi yang baik yang dialami oleh para Wali Allah adalah
bagian dari kenabian yang tidak berhenti pada Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wasallam saja, tetapi akan terus berlanjut pada masa-masa sesudahnya.
Bumi ini tidak akan kosong dari para Wali Allah. Setiap
mereka wafat maka Allah Azza wa Jalla akan menggantikan mereka dengan yang lain
sehingga agama Islam beserta Al Qur’an tetap terjaga sampai akhir
zaman.
Imam Sayyidina Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An
Nakha’i: “Bumi ini tidak akan kosong dari
hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh keberanian dan
keikhlasan, sehingga agama Allah tidak akan punah dari peredarannya. Akan
tetapi, berapakah jumlah mereka dan dimanakah mereka berada? Setiap saat jumalh
mereka selalu sama 124.000 Wali, sebelumnya ada 124.000 sahabat (ra) dan
124.000 Nabi (as) jumlah mereka tidak banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah
sangat mulia.
Dengan mereka, Allah menjaga agamaNya dan syariatNya, sampai
dapat diterima oleh orang-orang seperti mereka. Mereka menyebarkan ilmu dan ruh
keyakinan. Mereka tidak suka kemewahan, mereka senang dgn kesederhanaan.
Meskipun tubuh mereka berada di dunia, tetapi rohaninya
membumbung ke alam malakut.
adalah khalifah-khalifah Allah di muka bumi dan para da’i
kepada agama-Nya yang lurus. Sungguh, betapa rindunya aku kepada mereka.”
Dalam hadits qudsi,
“Allah
berfirman yang artinya: “Para Wali-Ku itu ada dibawah
naungan-Ku, tiada yang mengenal mereka dan mendekat kepada seorang wali,
kecuali jika Allah memberikan Taufiq HidayahNya.”
Abu Yazid al Busthami mengatakan: “Para wali
Allah merupakan pengantin-pengantin di bumi-Nya dan takkan dapat melihat para
pengantin itu melainkan ahlinya.“
Sahl Ibn ‘Abd Allah at-Tustari ketika ditanya
oleh muridnya tentang bagaimana (cara) mengenal Waliyullah, ia menjawab:
“Allah tidak akan memperkenalkan mereka kecuali kepada
orang-orang yang serupa dengan mereka, atau kepada orang yang bakal mendapat
manfaat dari mereka – untuk mengenal dan mendekat
kepada-Nya.”
As Sarraj at-Tusi mengatakan : “Jika
ada yang menanyakan kepadamu perihal siapa sebenarnya wali itu dan bagaimana
sifat mereka, maka jawablah : Mereka adalah orang yang tahu tentang Allah dan
hukum-hukum Allah, dan mengamalkan apa yang diajakrkan Allah kepada mereka.
Mereka adalah hamba-hamba Allah yang tulus dan wali-wali-Nya yang bertakwa.“
Dari Abu Umamah ra, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda: “berfirman Allah Yang Maha Besar dan Agung: “Diantara
para wali-Ku di hadhirat-Ku, yang paling menerbitkan iri-hati ialah si mu’min
yang kurang hartanya, yang menemukan nasib hidupnya dalam shalat, yang paling
baik ibadat kepada Tuhannya, dan taat kepada-Nya dalam keadaan tersembunyi
maupun terang. Ia tak terlihat di antara khalayak, tak tertuding dengan
telunjuk. Rezekinya secukupnya, tetapi iapun sabar dengan hal itu. Kemudian
Beliau shallallahu alaihi wasallam menjentikkan jarinya, lalu bersabda: ”Kematiannya
dipercepat, tangisnya hanya sedikit dan peninggalannya amat kurangnya”.
(HR. At Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hanbal)”. (HR. At Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn
Hanbal).
Imam Al-Bazzaar meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia
mengatakan, seseorang bertanya, ya Rasulullah saw, siapa para wali Allah itu?
Beliau menjawab, "Orang-orang yang jika mereka dilihat, mengingatkan
kepada Allah," (Tafsir Ibnu Katsir III/83).
Imam Sayyidina Ali ra adalah bertindak sebagai Nabi namun
bukan Nabi karena tidak ada Nabi setelah Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam. Beliau adalah Imam para Wali Allah.
Mimpi yang baik yang dialami oleh para Wali Allah adalah
sebagai salah satu sarana bertemu atau berkomunikasi dengan penghuni langit
yakni para malaikat dan orang-orang sholeh yang telah wafat dan tentunya dapat
pula bertemu dengan manusia yang paling mulia, Nabi Muhammad Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam.
Telah menceritakan kepada kami Mu'allaa bin Asad telah
menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin Mukhtar telah menceritakan kepada
kami Tsabit Al Bunani dari Anas radliallahu 'anhu mengatakan, Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Siapa melihatku dalam mimpi, berarti ia telah
melihatku, sebab setan tidak bisa menjelma sepertiku, dan mimpi seorang mukmin
adalah sebagian dari empat puluh enam bagian kenabian." (HR Bukhari 6479).
Abdullah Ibnu Abbas r.a. pernah berkata, “ruh
orang tidur dan ruh orang mati bisa bertemu diwaktu tidur dan saling berkenalan
sesuai kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, karena Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang menggenggam ruh manusia pada dua keadaan, pada
keadaan tidur dan pada keadaan matinya.”
Firman Allah ta’ala yang artinya “Allah
memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum
mati di waktu tidurnya.” (QS. Az-Zumar [39]:42).
Al-Qurtubi dalam at-Tadzkirah mengenai hadis kematian dari
syeikhnya mengatakan: “Kematian bukanlah ketiadaan yang
murni, namun kematian merupakan perpindahan dari satu keadaan (alam) kepada
keadaan (alam) lain.”
Ibnu Zaid berkata, “Mati adalah wafat dan tidur juga
adalah wafat.”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.
Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat
kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan
kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah.
Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.”
(Hadits ini diriwayatkan oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u
al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami
menyebutkannya dalam Majma’u al Zawaaid dan mengkategorikannya
sebagai hadits shahih.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا
Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat
dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik,
maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka
mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau
memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.”
(HR. Ahmad dalam musnadnya).
Para Wali Allah atas kehendak Allah ta’ala,
mereka dapat berkumpul dengan penduduk langit lainnya serta berkesempatan pula
thawaf maupun sholat berjama’ah dengan Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam di Baitul Makmur yang berada tegak lurus di atas Baitul Ka’bah.
Rasulullah bersabda “Maka Allah pun mengangkatnya
untukku agar aku dapat melihatnya. Dan tidaklah mereka menanyakan kepadaku
melainkan aku pasti akan menjawabnya. Aku telah melihat diriku bersama
sekumpulan para Nabi. Dan tiba-tiba aku diperlihatkan Nabi Musa yang sedang
berdiri melaksanakan shalat, ternyata dia adalah seorang lelaki yang kekar dan
berambut keriting, seakan-akan orang bani Syanuah. Aku juga diperlihatkan Isa
bin Maryam yang juga sedang berdiri melaksanakan shalat.
Urwah bin Mas’ud Ats Tsaqafi adalah manusia yang
paling mirip dengannya. Telah diperlihatkan pula kepadaku Nabi Ibrahim yang
juga sedang berdiri melaksanakan shalat, orang yang paling mirip denganya
adalah sahabat kalian ini; yakni diri beliau sendiri. Ketika waktu shalat telah
masuk, akupun mengimami mereka semua. Dan seusai melaksanakan shalat, ada
seseorang berkata, ‘Wahai Muhammad, ini adalah malaikat
penjaga api neraka, berilah salam kepadanya! ‘ Maka akupun menoleh kepadanya,
namun ia segera mendahuluiku memberi salam (HR Muslim 251).
Diriwayatkan dalam hadits saat Mi’rajnya
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bahwa Baitul Makmur adalah sebuah
baitullah di langit ke tujuh yang arahnya lurus dengan Ka’bah
di bumi, seandainya Baitul Makmur jatuh niscaya menimpa pada Baitul Haram Ka’bah,
kehormatannya di langit sebagaimana kehormatan Ka’bah di bumi, setiap hari ada tujuh
puluh ribu malaikat masuk untuk berthawaf didalamnya, setelah keluar mereka
tidak kembali lagi ke Baitul Makmur.
Malaikat Jibril berkata pada nabi Muhammad shallallahu
alaihi wasallam, Ini adalah Baitul Makmur, setiap hari ada tujuh puluh ribu
malaikat yang masuk kedalamnya, ketika mereka keluar, yang akhir dari mereka
tidak kembali lagi ke Baitul Makmur (HR. Muslim fii Kitaabil Imaan).
Dari Qatadah dia berkata, diceritakan pada kami bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Baitul Makmur adalah sebuah
masjid yang ada di langit yang lurus dengan Ka’bah, seandainya Baitul Makmur itu
jatuh niscaya menimpa pada Ka’bah. Setiap hari ada tujuh puluh
ribu malaikat yang masuk kedalamnya, ketika mereka telah keluar, mereka tidak
pernah kembali ke Baitul Makmur. (HR. Ibnu Jarir, fii Fatkh Al Baari Juz 9 Hal.
493).
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Semua
yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah. Dan
Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al Hadid [57] :1)
Para Sahabat ketika duduk dalam shalat (tahiyyat), bertawasul
dengan menyebut nama-nama orang-orang sholeh (para wali Allah) yang telah wafat
maupun dengan para malaikat namun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
mengajarkan untuk menyingkatnya menjadi “Assalaamu’alaina wa’alaa
‘ibaadillaahish
shoolihiin”, maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba Allah
yang sholeh baik di langit maupun di bumi.“
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.